Wakhinuddin’s Weblog


ANALISIS KOMPONEN UTAMA (AKU)
Desember 26, 2009, 4:26 am
Filed under: PASCASARJANA, PENELITIAN

ANALISIS KOMPONEN UTAMA
(AKU)

Oleh Wakhinuddin S

A. Tujuan AKU
Menurut Tabachnick, AKU adalah teknik statistik yang digunakan manakala peneliti tertarik pada sekumpulan data yang saling berkorelasi. Tujuannya ialah untuk menemukan sejumlah variabel yang koheren dalam subkelompok, yang secara relatif independen terhadap yang lain. Selanjutnya, dikatakan bahwa penggunaan utama dari AKU adalah untuk pengembangan alat ukur yang berkaitan dengan kepribadian, dan inteligensi. AKU kebalikan dari analisis faktor, AKU bersifat kovergen sedangkan Analisis faktor divergen.
Peneliti memulai dengan sejumlah besar butir-butir yang merefleksikan sifat-sifat yang hendak diukur, dan ingin menunjukkan bahwa butir-butir itu benar-benar berguna dalam pengukuran. Sedangkan tujuan khusus analisis komponen utama adalah meringkaskan bentuk hubungan di antara variabel-variabel teramati, mereduksi jumlah variabel yang banyak menjadi lebih sedikit, atau dari dimensi yang besar menjadi dimensi yang kecil, sehingga mudah diinterpretasikan (Tabachnick and Fidell, 1989: 597-598).
Analisis Komponen Utama (AKU) bertujuan menerangkan struktur variansi-kovariansi melalui kombinasi linear dari variabel-variabel asal. AKU biasanya digunakan untuk : (1) Mengidentifikasi variabel-variabel baru yang mendasari data variabel ganda. (2) Mengurangi banyaknya dimensi himpunan variabel asal yang terdiri atas banyak variabel dan saling berkorelasi. (3) Menetralisir variabel-variabel asal yang memberikan sumbangan informasi yang relatif kecil. Variabel baru yang dimaksud di sini disebut dengan komponen utama, yang berciri: (a) merupakan kombinasi linear variabel-variabel asal; (b) jumlah kuadrat koefisien dalam kombinasi linear bernilai 1; (c) tidak berkorelasi; (d) mempunyai variansi terurut dari terbesar ke yang terkecil (Siswadi dan Suharjo, 1997: 10-11).

Menurut Johnson dan Dean, AKU terkonsentrasi pada penjelasan struktur variansi dan kovariansi melalui suatu kombinasi linear variabel-variabel asal, dengan tujuan utama melakukan reduksi data dan membuat interpretasi. Analisis komponen utama lebih baik digunakan jika variabel-variabel asal saling berkorelasi (1988: 340).

AKU akan cukup efektif jika antar p variabel asal terdapat korelasi yang cukup tinggi (2002: 5-1).

Menurut Dillon dan Goldsetin, ketika kita berhadapan dengan variabel dalam jumlah yang besar, bagaimanapun, akan timbul beberapa masalah praktis. Misalnya, untuk 10 variabel saja kita berhadapan dengan 45 korelasi yang harus dipertimbangkan; dengan 20 variabel terdapat 190 korelasi yang harus diperhatikan; dengan 40 variabel maka sebanyak 780 korelasi antarvariabel itu yang harus diekstraksi. Meningkatnya jumlah variabel akan meningkatkan banyaknya koefsiein korelasi yang harus diperhitungkan. Karena jumlah variabel yang begitu besar, maka beberapa teknik reduksi data sangat diperlukan (1984: 23). Salah satu teknik statistik yang dapat digunakan untuk mereduksi data ialah analisis komponen utama (Johnson and Dean,1988 : 340).

B. Konsep Dasar Analisis Komponen Utama (AKU)
Misalkan kita mempunyai sebanyak p variabel asal, x1, x2, . . . , xp, yang memiliki sebaran variabel ganda dengan vektor rata-rata  dan matriks kovariansi . Komponen utama seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya merupakan kombinasi linear dari p variabel asal. Secara matematik kombinasi linear yang dibentuk melalui AKU dapat diuraikan sebagai berikut

Komponen utama pertama dapat ditulis:
atau (iii)
Yang memiliki variansi sebesar:
(iv)

Pemilihan vektor koefisien Komponen Utama Pertama (KU1) adalah sedimikian rupa sehingga variansi terbesar di antara vektor koefisien yang lain. Untuk Mendapatkan hal tersebut dapat dilakukan melalui persamaan Lagrange dengan kendala , dengan memaksimumkan variansi .

Persamaan Lagrange :
(v)

Agar sistem persamaan (v) tersebut tidak bersolusi trivial, maka harus memenuhi syarat:
(vi)
Sehingga merupakan akar ciri terbesar dari matriks kovariansi S dan a1 merupakan vektor ciri yang bersesuaian dengan .
Selanjutnya Komponen Utama Kedua dapat ditulis sebagai berikut:

(vii)

dengan variansii sebesar :
(viii)
pemilihan vektor koefisien a2 adalah sedemikian sehingga variansi maksimum dengan kendala kendala dan . Untuk mendapatkan hal tersebut, prosedur yang digunakan sama seperti pemilihan vektor koefisien Kopmonen Utama Pertama, yaitu dengan persamaan Lagrange, dengan memaksimumkan variansi .
Persamaan Lagrange :

(ix)

Jika persamaan (20) dikalikan dengan didapatkan:
(x)

Jika persamaan (16) dikalikan dengan a2’ didapatkan:
(xi)

Sehingga .
Selanjutnya persamaan (ix) menjadi:
(xii)

Sehingga a2 merupakan vektor ciri yang bersesuaian dengan akar ciri terbesar kedua . Selanjutnya untuk komponen utama ke-i; i = 3, 4, …, p didapatkan dari kombinasi linear p variabel asal yang memaksimumkan variansi ( ) dengan kendala: dan kovariansi .
Secara umum variansi komponen utama ke-i dapat dinyatakan sebagai:
, i = 1, 2, . . . , p (xiii)
Selanjutnya jika persamaan (16) dikalikan dengan a1 didapatkan:
(xiv)

Dengan mensubstitusikan kendala , maka diperoleh:
(xv)

Sehingga variansi komponen utama sama dengan akar ciri yang bersesuaian. Dari kesimpulan ini, maka kontribusi suatu komponen utama ke-i sebesar:
(xvi)
dan untuk q komponen utama pertama menerangkan variansi variabel asal sebesar:
(xvii)

C. Variabilitas Populasi
Variabilitas adalah sejumlah penyimpangan skor dari nilai rata-rata atau terhadap ukuran tendesi pusat lainnya. Variabilitas dapat pula diartikan sebagai perbedaan karakteristik individu (Gall, Gall, and Bobg, 2003: 135).
Variabilitas berarti kecenderungan berubah-ubah, keadaan bervariasi, berbagai macam. Seperti dikemukakan oleh Siegel dan Morgan bahwa variabilitas adalah kecenderungan karakteristik data yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya dalam distribusinya (1996: 175). Kelinbaum dan Kupper menjelaskan variabilitas sebagai kecenderungan hasil pengukuran dalam sampel berbeda antara satu dengan lainnya (1978: 16).
Pengukuran variabilitas merupakan bagian penting dalam inferensi statistik. Seperti dikemukakan oleh Minum bahwa, pada kenyataannya, pengukuran variabilitas merupakan kata kunci dari struktur statistik, seberapa besar fluktuasi yang terjadi dalam sampel acak?, merupakan pertanyaan fundamental pada setiap problem dalam inferensi statistik (1978: 81-82).
Variabilitas populasi dibedakan menjadi populasi homogen dan populasi heterogen (Thorndike, 1982:111).
Populasi homogen adalah sekumpulan individu, obyek, atau kejadian yang memiliki karakteristik yang relatif sama. Sifat homogen menurut Gall adalah kemiripan sifat yang dimiliki dalam kelompok, sehingga bila sebagian dari kelompok itu dipilih akan merepresentasikan sifat kelompoknya. Sedangkan populasi heterogen adalah sekumpulan obyek, indivdiu, atau kejadian yang memiliki karakteristik yang relatif berbeda (Gall, Gall, and Bobg, 2003: 79).
Menurut Traub ada dua faktor lainnya yang dapat mempengaruhi koefisien reliabilitas, yaitu faktor skor hasil pengukuran yang bersifat subjektif dan keheterogenan populasi responden. (1994: 111).
Keheterogenan populasi responden dapat didasarkan pada usia dan tingkat kelas (grade) siswa. Traub memberikan sebuah ilustrasi eksperimen mengenai penguasaan kosa kata. Populasi eksperimen dibuat dalam dua kelompok, yaitu poulasi siswa kelas 6 dan populasi siswa yang terdiri atas kelas 5, kelas 6, dan kelas 7. Dijelaskan bahwa koefisien reliabilitas dapat ditingkatkan melalui eksperimen yang populasinya teridiri atas kelas 5, kelas 6, dan kelas 7 dari pada populasinya hanya kelas 6. Hal ini disebabkan oleh variansi skor tulen yang dihasilkan lebih besar pada populasi yang lebih heterogen (Traub, 1994: 110).

D. CONTOH PEMAKAIAN AKU
Penelitian yang berkaitan dengan kestabilan komponen utama telah dilakukan oleh Feeney dan Hester (1967). Data yang digunakan ialah harga-harga pada “stock market” selama 12 tahun (1951-1963). Hasil penelitiannya menemukan adanya kestabilan komponen utama yang dihasilkan antarsub periode selama 12 tahun. Krzanowski (1982) menyelidiki perbedaan antara komponen utama melalui perilaku  (sudut antara matriks kovariansi) yang dihasilkan oleh analisis komponen utama. Dalam penelitian ini digunakan data simulasi, dengan memanipulasi jumlah sampel yang berbeda-beda antara kelompok individu yang dijadikan subyek. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa  antara komponen utama cukup kecil, yang berarti subset antarkomponen utama tidak berbeda secara signifikan. Selanjutnya Krzanowski menjelaskan, kestabilan komponen utama (zk) terjadi karena adanya pemisahan variansi komponen utama yang berdekatan (k dan k-1). k adalah besarnya variansi yang dijelaskan oleh komponen utama ke k, dan k-1 menyatakan besarnya variansi yang dijelaskan oleh komponen utama ke k-1. Overall dan Klett menjelaskan bahwa kestabilan komponen utama diperoleh karena proses iterasi yang dilakukan secara terus menerus untuk menentukan vektor komponen utama, sampai diperoleh titik stabilitas vektor (Overall, and Klett, 1972: 61).
Overall dan Klett, juga telah melakukan evaluasi terhadap kestabilan komponen utama. Penelitian Overall dan Klett dimaksudkan untuk melihat pola profil “Psychiatric Sympton”. Data yang dianalisis diambil dari bank data yang tersedia, dengan jumlah total 6000. Data tersebut dibagi ke dalam empat subsampel secara independen, setiap sampel berukuran n = 1500. Penggunaan analisis komponen utama dimaksudkan untuk mendapatkan suatu kombinasi linear yang terboboti variabel ‘Sympton-rating” dengan menentukan variansi maksimum dalam pola profil sympton. Dari penelitian ini dihasilkan bahwa keempat gugus subsampel memberikan koefisien dengan pola yang konsisten. Selanjutnya dilakukan pengujian validitas data berdasarkan fungsi komponen utama pertama yang dihasilkan setiap subsampel, dengan koefisien korelasi di atas 0,98 (Overall, and Klett, 1972: 72).
Marpaung dalam laporan hasil penelitiannya, menjelaskan bahwa ditinjau dari berbagai jumlah data yang digunakan pada pendugaan parameter model, analisis komponen utama berubah sangat kecil (lebih stabil) dibandingkan metode kuadrat terkecil. Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa analisis komponen utama merupakan sebuah pendekatan yang dapat digunakan untuk pendugaan parameter model yang lebih konsisten.



PENGUKURAN
Desember 10, 2009, 3:08 am
Filed under: PENGUKURAN (MEASUREMENT)

PENGUKURAN
by Wakhinuddin S

Pengukuran menurut Robert L. Linn dan Norman E. Gronlund adalah suatu proses mendapatkan deskripsi numerik tingkat yang individu miliki sebagai suatu karakteristiknya. Lebih operasional William Wiersema dan Stephen G. Jurs menyatakan, pengukuran merupakan penentuan angka-angka terhadap objek atau kejadian menurut aturan tertentu. Kedua pendapat di atas menunjukkan pengukuran adalah suatu proses, berarti ada beberapa langkah dalam melaksanakan pengukuran. Adapun beberapa langkah membuat tugas performansi; pertama, memperhatikan hasil pembelajaran yang menuntut performansi siswa, ini dapat diketahui dari tujuan pembelajaran; kedua, menyeleksi fokus yang akan dinilai, tugas harus dikembangkan dari kurikulum dan yang diukur adalah proses kerja; ketiga, menyeleksi tingkat autentik tugas, pada langkah ini dilakukan audit relevansi antara topik pelajaran di kelas dengan kenyataan tugas di lapangan kerja, dan penseleksian tugas melalui bantuan tujuh panelis; keempat, menyeleksi kepantasan melaksanakan tugas, hal ini penting mengingat tidak semua tugas yang akan diuji dilaksanakan pada mobil, cukup melalui simulator. Dalam hal ini ada beberapa pertimbangan: keterobservasian performansi siswa, pengurangan biaya pelaksanaan ujian, analisis prosedur dapat dibantu dalam bentuk hasil kerja; kelima, menetapan kriteria tingkat keberhasilan performansi siswa, ini mencakup kualitas dan waktu kerja; keenam, menetapkan metode observasi, disini dipakai metode penilaian skala penilaian (rating scale) pakai bobot dan tak pakai bobot.
Setiap tugas pada pekerjaan mekanik otomotif terdiri dari beberapa aktivitas, setiap aktivitas pada umumnya berbeda tingkat kerumitan dan lama pengerjaan. Karena itu, sekor suatu tugas merupakan gabungan beberapa komponen sekor, disebut sebagai sekor komposit.
Dalam pelaksanaan pengukuran, ada dua hal yang mungkin dapat terjadi. Pertama, sekor komposit berasal dari komponen tanpa bobot, ini berarti sekor antar komponen tanpa variansi, pengukuran cara demikian disebut Skala penilaian tanpa pembobotan (SPTP). Ke dua, dalam beberapa hal ciri khas suatu aktivitas (butir) dipertimbangkan, seperti kerumitan aktivitas, lama pengerjaan, dan kepentingannya. Sehingga, melahirkan ketidakseragaman bobot pada setiap aktivitas, dan variansi antar komponen akan mempengaruhi sekor komposit. Pengukuran demikian dikatakan Skala penilaian pakai pembobotan (SPPP). Kedua cara pengukuran ini disebut ragam tes performansi.



ANALISA UJI COBA INSTRUMEN (1)
Desember 7, 2009, 11:10 am
Filed under: PENELITIAN

ANALISA UJI COBA INSTRUMEN (1)
Wakhinuddin S

a. Uji Validitas Instrumen
Validitas adalah ketetapan alat ukur terhadap konsep yang diukur dalam suatu penelitian. Menguji validitas instrumen dilakukan dengan rumus korelasi product moment
rxy =
Dimana :
rxy = koofisien korelasi item soal
n = jumlah sampel uji coba
∑ x = jumlah variabel x (skor item tiap responden)
∑ ү = jumlah variabel Y (total skor item tiap responden)
∑ xү = jumlah hasil kali antara variabel X dan Y
∑ x2 = jumlah kuadrat variabel X
∑ ү2 = jumlah kuadrat variabel Y
Jika rxy ≥ 0.361 maka koofisien korelasi item soal valid
Setelah dilakukan uji coba angket penelitian, di dapat hasil bahwa semua item pernyataan yang berjumlah 20 item adalah valid. Valid atau tidaknya item pernyataan dinyatakan oleh nilai CITC (corrected Item Total Correlation) lebih besar dari koefisien korelasi product moment untuk n = 30.

b. Uji Reliabilitas
Setelah dilakukan uji validitas, maka selanjutnya instrumen tersebut dilakukan uji Reliabilitas (kehandalan). Reliabilitas adalah ketetapan suatu tes dalam mengukur apa yang diukurnya. “Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena data tersebut sudah baik”. Pada penelitian ini untuk mengetahui Reliabilitas instrumen dilakukan rumus alpha cronbach. R
rtt =
Keterangan :
rtt = Reliabilitas instrumen
k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
∑σ = Jumlah Varian butir
σ = Varian total

Jika rtt mendekati 1.00 maka instrumen reliabel (handal)



METODE RATING
Desember 5, 2009, 6:00 am
Filed under: PASCASARJANA, PENGUKURAN (MEASUREMENT)

METODE RATING

by Wakhinuddin S

Metode rating merupakan suatu cara mengungkapkan pernyataan dengan menggunakan subjek sebagai dasar penentuan nilai skala. Dalam pendekatan ini tidak diperlukan suatu kelompok pengira (judging group), nilai skala setiap pernyataan tidak ditentukan oleh derajat favorable-nya masing-masing akan tetapi ditentukan oleh distribusi jawaban setuju atau tidak setuju dari kelompok yang akan diukur (Azwar,1988). Metode ini co¬cok untuk variabel konstruk, yang testnya bersifat tipikal, dan sering dipa¬kai untuk variabel sikap. Dalam perkembangannya metode ini dapat juga dipakai untuk variabel konstruk lainnya, seperti vanabel motivasi, kepn¬badian atau locus of control. Metode ini identik dengan matriks Z yang dikembangkan oleh Djaali dan Mulyono (20w), untuk mencari bobot opsi terpilih dari butir yang kemungkinan memiliki butir terbaik.
Tujuan penentuan nilai skala dengan deviasi normal adalah untuk memberi bobot tertinggi bagi jawaban paling favorable dan bobot teren¬dah bagi jawaban yang tak favorable. Dari jawaban subjek akan didapat distribusi frekuensi respon setiap kategori (opsi) pernyataan, yang kemu¬than secara komulatif akan dilihat deviasinya menurut distribusi normal. Nilai dari distribusi normal ini akan menjadi bobot atau skor dari kategori berdasarkan jawaban subjek yang diukur seperti pada Tabel 2.
Lajur pertama memuat frekuensi (f) jawaban, jika dijumlahkan harus sama banyaknya dengan subjek (N), umpamanya 107 subjek uji coba. La . ur kedua adalah proporsi (p) adalah perbandingan subjek yang memilih opsi tersebut dibagi (N), umpamanya 3/107 = 0,046729. Lajur ketiga adalah kumulatif dari proporsi, umpamanya 0,046729 + 0,074766 = 0,121495. Lajur keempat adalah titik tengah kumulatif dari proporsi. Lajur kelima adalah nilai ‘Z’ dari angka titik tengah kumulatif. Lajur keenam adalah peniadaan nilai negatif, dengan menambahkan nilai konstan pada setiap opsi, sehingga didapat nilai positif Lajur ketujuh adalah nilai atau bobot yang dimiliki opsi (kategori) tersebut Penentuan butir yang dipakai, pada lajur ketujuh dilakukan pembulatan diatas 0,5 dianggap 1. Hasil yang didapat dari pembulatan ini kadangkala terjadi bobot yang sama dari dua opsi. Jika ini terjadi butir pernyataan tersebut tak layak dipakai sebagai alat ukur.

Tabel : Pembobotan Skala
TAK FAVORABLE
No. Butir 4 SS S RR KS STS

F 29 36 31 7 4
P 0.271028 0.336449 0.28972 0.065421 0.037383
Cp 0.271028 0.607477 0.897196 0.962617 1
cp-tengah 0.135514 0.439252 0.752336 0.929907 0.981308
Z -1.103 -0.154 0.681 1.468 2.075
Z+2.103 1 1.949 2.784 3.571 4.178
Nilai Skala 1 2 3 4 4

Pembulatan juga akan menghasilkan lompatan, umpamanya dari bobot 2 kemudian dikuti bobot 4. Namun hal ini tidak masalah; butir pernyataan masih dapat dipakai, karena opsi tersebut meraffild kenaikan. Butir pemyataan yang dipakai tersebut adalah kategori yang memiliki kenaikan bobot dari terendah sampai yang tertinggi.



ASSESMENT PRIORITAS UNTUK MENYATAKAN TINGKAT KERUSAKAN GEDUNG SEKOLAH
Desember 1, 2009, 6:28 am
Filed under: Konsultan, MONEV, Pendidikan

ASSESMENT PRIORITAS UNTUK MENYATAKAN TINGKAT KERUSAKAN
GEDUNG SEKOLAH

Wakhinuddin S

Banyaknya jumlah gedung dan fasilitas sekolah yang rusak, runtuh, bahkan lululantak diakibatkan gempa di Propinsi Sumbar, Jambi, dan daerah lainnya, membuat proses pembelajaran terhambat, yang akhirnya siswa kurang mendapat pelayanan prima. Sehubungan dengan kondisi ini, saya terpanggil menyampaikan beberapa hal tentang asesmen kerusakan gedung sekolah.

Pada kesempatan ini disampaikan hal tentang penilian fisik gedung sekolah berdasarkan pengamatan. Tulisan ini dikembangkan dari pengalaman saya sebagai tim tenaga ahli dalam Monev Dir. P-SMP (zona 2/2008), AMP (DKI/2006), dan Social impact assesement (DMC IV NAD/2007). Adapun tujuan tulisan semata-mata untuk pencerahan buat masyarakat. . Seperti disebut di atas tadi, asesmen ini hanya berbasis pada observasi, lebih jauh tentang kajian konstruksi gedung, sebaiknya ditanyakan pada ahli konstruksi, tulisan ini hanya
mengusulkan tingkat prioritas dibangun cepat, bukan tingkat kerusakan gedungnya.
Assessment Prioritas merupakan Analisa data final dan Proses penentuan Prioritas yang mana disini adalah melakukan tingkat prioritas sebuah sekolah untuk dilakukan perbaikan / rehabilitasi atau pembangunannya, kategorisasi ini dibagi atas 4 (empat) tingkat kategori yaitu :
• Prioritas -1 : mendesak dan segera (urgent), usulan penanganan tahun 2009.
• Prioritas -2 : perlu dikerjakan dalam kurun waktu 2 tahun mendatang (esensial), usulan penanganan tahun 2010
• Prioritas -3 : perlu dikerjakan dalam kurun waktu 3 – 5 tahun mendatang (derasibel), usulan penanganan tahun 2010-2012, berdasarkan urutan bobot terbesar yang didahulukan.
• Prioritas -4 : pekerjaan jangka panjang diatas 5 tahun mendatang. Bangunan gedung yang masuk prioritas 4 ini adalah diluar rencana gedung yang akan diprogramkan pada tahun anggaran 2009-2013.

Adapun dalam menentukan sebuah sekolah masuk dalam sebuah prioritas 1, 2, 3, atau 4 akan sangat ditentukan oleh beberapa faktor seperti :
• Faktor ambang kerusakan yang telah ditentukan (sekolah masuk kategori A : Rusak Ringan, B : Rusak Sedang, C : Rusak Berat atau kategori D : Rusak Total).
• Faktor non teknis (bidang pendidikan, kebijakan). Dalam bidang pendidikan ini penilaian yang akan dilakukan melihat kondisi sekolah dalam : rasio jumlah murid dengan guru, rasio jumlah kelas dengan jumlah murid, rasio kelengkapan alat pendukung sekolah, dan kelengkapan lainnya dala menunjang kegiatan pendidikan.
• Faktor non teknis (bidang ekonomi). Dalam bidang ekonomi penilaian yang akan dilakukan adalah nilai ekonomi bangunan dalam kondisi sekarang dan perkiraan untuk beberapa tahun ke depan.
• Faktor keterkaitan lokasi sekolah dengan Rencana Tata Ruang yang ada. Dalam bidang hukum penilaian lebih difokuskan pada legal aspek dan status hukum bangunan dan lahan sekolah. Juga yang tidak kalah pentingnya adalah peruntukan lahan sekolah apakah sudah sesuai dengan rencana tata ruang yang ada di Daerah.
• Dan faktor lain diluar faktor fisik bangunan yang mempengaruhi.